Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Wisata Religi Masjid Raya Baiturrahman Aceh

Masjid Raya Baiturrahman Aceh kini tampil makin cantik dengan wajah baru. Di balik tampilan anyarnya, sejarah panjang perjuangan Aceh ada di masjid ini. 
Di balik keindahan Masjid Raya Baiturrahman, rumah ibadah kebanggaan masyarakat Tanah Rencong ini menyimpan segudang cerita. Di sana pula-lah Jendral Kohler, pemimpin pasukan Belanda meregang nyawa setelah tertembak pejuang Aceh.

Bangunan bercat putih itu berdiri megah di jantung Kota Banda Aceh, ibu kota Provinsi Aceh. Di sisi utara dan selatan, dibangun payung bergaya Masjid Nabawi di Madinah Arab Saudi. Lantainya terbuat dari marmer yang dipesan khusus dari Italia. Pembangunan landscape dan infratruktur ini memakan waktu sekitar dua tahun.

Setelah diresmikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla pada pertengahan Mei lalu, Masjid Baiturrahman semakin dilirik wisatawan. Di sana, selain sebagai tempat ibadah juga menjadi destinasi wisata heritage Aceh.

Berbagai pembenahan dan perbaikan terus dilakukan untuk memperkuat fungsi dan eksistensinya sebagai ikon kebanggaan masyarakat Tanah Rencong.

Dibangun pada tahun 1022 H/1612 M oleh Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam, Masjid Baiturrahman sudah mengalami beberapa kali mengalami renovasi. Perluasan dan penambahan kubah dilakukan. Sebelum menjadi indah seperti sekarang, masjid ini punya sejarah panjang.

Ketika Belanda menyatakan perang terhadap kerajaan Aceh pada 26 Maret 1873, para pejuang Tanah Rencong menjadikan masjid sebagai markas dan benteng pertahanan. Di sana, dijadikan tempat untuk mengatur strategi dan taktik perang. Para pahlawan seperti Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien mengambil andil dalam mempertahkan keberadaan masjid Raya Baiturrahman.

Pasukan Belanda yang dipimpin Jenderal Johan Harmen Rudolf Köhler mendarat di pantai Aceh pada 5 April 1873. Ia membawa 3.198 tentara dan sekitar 168 perwira. Peperangan pertama meletus. Pasukan penjajah awalnya berhasil menguasai Masjid Raya Baiturrahman. Pejuang Aceh tidak tinggal diam. Mereka membuat serangan balasan sehingga menyebabkan Jenderal Kohler tewas setelah tertembus peluru di dada.

"Waktu Kohler tertembak, keadaan di sekitar masjid sangat ramai. Kohler berada di tengah-tengah keramaian itu. Tiba-tiba ia tertembak di dada. Menurut sejarah, yang menembak adalah salah satu Mujahidin dari Lueng Bata. Kita dengar juga penembak itu ada di atas pohon geulampang yang ada di depan masjid," kata Kolektor Manuskrip Kuno, Tarmizi Abdul Hamid, saat ditemui detikcom, Rabu (31/5/2017).

Saat agresi tentara Belanda kedua pada tanggal 10 April bulan Shafar 1290H/April 1873 M yang dipimpin oleh Jenderal van Swieten, masjid Baiturrahman habis dibakar. Masyarakat Serambi Mekkah marah besar ketika itu. Cut Nyak Dhien yang memimpin pasukan, membakar semangat jihad para pejuang. Perang kembali meletus.

Berselang empat tahun kemudian, Belanda kembali membangun masjid. Pembangunan tahap kedua ini dilakukan oleh Pemerintah Belanda. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Kadhi Malikul Adil pada 9 Oktober 1879. Saat itu, gubernur sipil dan militer dijabat oleh Jenderal K. Van Der Heijden.

"Pembangunan kembali masjid sebagai bukti tanda perdamaian antara Aceh dan Belanda," jelas pria yang akrab disapa Cek Midi ini.

Pembangunan masjid selesai dua tahun kemudian yaitu pada 27 Desember 1881 dengan biaya F.203.000 (dua ratus tiga ribu gulden). Pemborong saat pembangunan itu yaitu Lie Asie. Waktu itu, masjid hanya dibangun dengan satu kubah dan ukuran tidak terlalu luas. Masyarakat Aceh kembali menggunakan masjid ini sebagai tempat ibadah.

Berselang bebarapa tahun kemudian, renovasi dilakukan. Pada tahun 1936, masjid diperluas dengan penambahan dua kubah. Pembangunan ini atas usaha Gubernur A. Ph. Van Aken. Selanjutnya pada tahun 1957, Masjid Baiturrahman kembali bersolek. Kubah ditambah menjadi 5 unit.

"Nama masjid juga diubah pada tahun 1957. Dari sebelumnya Masjid Raya Banda Aceh menjadi Masjid Raya Baiturrahman," ungkap Cek Midi.

Tak berhenti di situ, perluasan Masjid Raya Baiturrahman terus dilakukan. Pada tahun 1991-1993, misalnya, Gubernur Aceh Ibrahim Hasan melakukan perluasan meliputi halaman depan dan belakang serta masjidnya itu sendiri. Bagian masjid yang diperluas, meliputi bagian lantai masjid tempat salat, perpustakaan, ruang tamu, ruang perkantoran, aula dan tempat wudu.

Sedangkan perluasan halaman meliputi, taman dan tempat parkir serta satu buah menara utama dan dua buah minaret. Sehingga luas ruangan dalam Masjid menjadi 4.760 m2 berlantai marmer buatan Italia, jenis secara dengan ukuran 60 × 120 cm dan dapat menampug 9.000 jamaah.

Dengan perluasan tersebut, Masjid Raya Baiturrahman sekarang memiliki 7 kubah, 4 menara, dan 1 menara induk. Sesuai dengan perkembangan, luas area Masjid Raya Baiturrahman lebih kurang 4 hektare. Di dalamnya terdapat sebuah kolam, menara induk.

Keberadaan masjid Baiturrahman tak hanya menjadi saksi bisu perang Aceh melawan Belanda. Saat konflik Aceh dengan Republik Indonesia berkecamuk, masjid ini juga menjadi saksi bisu. Di sana juga pernah diadakan Referendum yang digelar pada 1999. Jutaan orang berkumpul untuk menyatakan sikap ketika itu.

Kala tsunami menerjang Aceh pada 26 Desember 2004 silam, masjid Baiturrahman tidak mengalami kerusakan. Banyak warga memilih menyelamatkan diri di dalam masjid. Lokasi ini pula dipilih sebagai tempat evakuasi jenazah korban tsunami yang bergelimpangan.

"Masjid Baiturrahman ini bisa dibilang saksi bisu perjalanan sejarah Aceh," jelas pria yang mengoleksi hampir 500 manuskrip kuno tersebut.

Catat Ulasan for "Wisata Religi Masjid Raya Baiturrahman Aceh"